Minggu, 02 Januari 2011

Scout Camp is Mimpi Buruk

Tanggal 26,27 dan 28 November 2010 aku mengikuti kegiatan PERJUSAMI. Banyak hal yang aku dapatkan dari kegiatan tersebut. Mulai dari berbagi tenda dengan teman hingga merasakan bagaimana rasanya hidup mengungsi karena tenda kebanjiran. Tidur beralaskan tikar basah tentu bukan hal yang menyenangkan akan tetapi tak bisa dilupakan.

Bukan cuma itu aja. Aku harus kehilangan beberapa barang yang kukira akan selamat saat bencana itu. Diantaranya ialah ember,tutup panci hingga sepatu.

Entahlah. tapi yang jelas saya masih bisa tersenyum
 bahkan terpingkal-pingkal jika mengingatnya.

Kamis, 02 Desember 2010

Pelangi di Balik Hujan


-->

Dilangkahkan kakinya berlari mejauhi tempat penuh batu nisan itu. Tak dihiraukan panggilan sang ayah mencegahnya untuk pergi. Yang jelas Dia ingin sendiri. Dia tak tahu kemana akan berhenti,raganya memang bereaksi namun jiwanya untuk saat ini mati. Dan saat dia tersadar,ternyata di tepi pantai dia telah berdiri seorang diri.
“Ibu…” teriaknya seirama dengan deburan ombak
Akhirnya gadis itu terduduk lemas merasa lelah dengan tindakannya yang sia-sia ini. Ingatannya kembali pada beberapa waktu lalu. Padahal dirinya berfikir baru tadi pagi dia akan berangkat ke Sekolah dengan seragam putih abu-abu barunya. Dan gadis itu masih ingat benar saat sang Ibu berkomentar lalu berpesan padanya dengan logat bahasa jawanya,”Ayune we,Nak. Pokok’e sing ati-ati,sinaune tambah rajin. Terus kalau adikmu iki wes lahir,disayang yo,” ucapnya sembari membelai lembut rambut Si gadis.
“Mengapa sih Ibu tega banget? Padahal kan Ibu janji untuk membuatkan makanan kesukaanku di hari pertama aku bersekolah. Ibu,apa bisa aku kuat dan tegar tanpa Ibu? Aku masih ingin Ibu ada di sampingku,” dengan tanpa sadarnya ia mencurahkan isi hatinya dengan berteriak,”Aku ingin menyusul Ibu,” lanjutnya kemudian dengan suara yang lebih kecil.
Kemudian gadis itu beranjak dari posisi duduknya. Dengan pandangan lurus kedepan memandangi hamparan laut lepas,ia maju perlahan seakan ingin bergabung menjadi satu dengan laut dihadapannya. Mungkin dia akan benar-benar tenggelam kalau saja tidak ada seseorang yang…
“Hei cewek bodoh! Kalu ingin mati jangan ngerepotin orang donk! Kau pikir mati dengan cara seperti ini semua akan selesai? Nggak tau! Malahan ngerepotin banyak orang gara-gara mesti cari jasadmu,”omel suara seorang pemuda membuat langkah gadis itu berhenti seketika.
“…”tak ada jawaban dari yang bersangkutan.
Merasa tak dihargai,akhirnya si pemuda kembali angkat bicara,”Kuingatkan sekali lagi. Hentikan tindakan bodohmu itu. Oke jika kau fikir dengan ini kau akan bertemu dengan Ibumu disana. Tapi jangan harap kau akan diakui olehnya. Karena pada dasarnya,bunuh diri itu suatu tindakan yang sangat dibenci Tuhan.”hening sejenak.”Baiklah,tiga detik dari sekarang jika kau tak beranjak dari posisimu itu,dengan terpaksa aku akan menyeretmu.”
Lagi-lagi tak ada reaksi. Tanpa berpikir dua kali,cowok itu langsung menyusulnya dan menyeret paksa. Dan hasilnya tak sia-sia,ternyata gadis itu tak menolaknya.
Saat ini mereka berdua sedang duduk di tepi pantai. Sejak lima belas menit yang lalu tak ada salah satu dari mereka yang memulai pembicaraan,keheningan menyelimuti keduanya. Mungkin kedua anak manusia ini masih sibuk dengan fikiran masing-masing.
“Maaf,aku telah mencampuri urusanmu. Sebelumnya,aku turut berduka cita atas kepergian Ibumu,” ucap pemuda tersebut mencoba memecah keheningan yang ada
Sontak gadis disampingnya langsung menatap pemuda di sisinya,”Bagaimana kau bisa tahu kalau ibuku baru meninggal? Aku belum bercerita apa-apa padamu.”
“Bodoh! Aku bukan orang tuli yang tak mampu mendengar teriakanmu beberapa waktu lalu,nona!”sergahnya.”Perkenalkan,namaku  Arata. Kau?”
“Aku Sachi. Terima kasih telah menolongku.” Ucapnya dan hanya dibalas dengan anggukan dan senyuman dari Arata.
Setelah saling memperkenalkan diri,lagi-lagi suasana menjadi hening kembali.  Tak ada yang mencoba untuk memecahnya kali ini. Hanya deburan ombak dan gesekan daun kelapa yang mampu tertangkap indra pendengar. Hingga pada akhirnya datanglah hujan yang tiba-tiba membuat Arata langsung berdiri dan mengajak Sachi untuk segera berteduh. Namun kali ini Sachi masih tetap tak beranjak menuruti ajakan Arata.
“Hei bodoh! Ayo berteduh! Bahaya jika cuaca buruk di tepi pantai,” Omel Arata
“Aku ingin disini. Kalau kau ingin pergi,pergilah,” jawabnya dengan nada datarnya sembari menengadahkan kepalanya
Tak ingin berdebat lebih lanjut,Arata akhirnya kembali mengambil posisi duduknya seperti semula. Dilihatnya Sachi yang masih menengadahkan kepalanya dengan mata yang terpejam merasakan air hujan menimpa wajahnya. Tanpa sadar Arata mengikuti apa yang dilakukan Sachi. Saat Sachi kembali membuka matanya,tanpa sengaja ia melihat perubahan ekspresi wajah Arata yang memejamkan matanya. Merasa dirinya ditatap oleh seseorang,akhirnya Arata kembali membuka matanya.
“Kau… menangis?” ucap Sachi yang melontarkan pertnyaan,namun lebih terdengar sebagai pernyataan.
“Tidak! Ini hanya air hujan. Dasar bo…”
“Berhentilah mengataiku bodoh!” sergah Sachi sebelum Arata menyelesaikan kalimatnya. Arata hanya mampu mendengus sambil membuang muka menanggapinya.
Bersamaan dengan berakhirnya ucapan Sachi,hujanpun berhenti. Beberapa saat kemudian terlihat samar-samar beberapa warna di awan yang kembali biru setelah sebelumnya berwarna gelap karena hujan.
“Lihatlah! Ada pelangi,” tunjuk Sachi
Arata mengikuti arah ujung jari telunjuk Sachi. Arata tak berkomentar apapun mengenai peristiwa itu,sebelum akhirnya ia kembali bicara,”Apakah kau tak merasa,bahwa kehidupan manusia seperti bumi kita ini?”
Sachi kembali menatap Arata yang menengadah mencoba mencari tahu apa maksud ucapan pemuda yang baru dikenalinya itu. Mengerti arti dari tatapan yang mengandung rasa penasaran itu,Arata kemudian menjelaskannya,”Hemb. Manusia adalah bumi. Setiap kali bumi hujan,entah darimana setelahnya pelangi muncul diatas langit biru dengan indah,seakan melupakan peristiwa hujan dengan langit berwarna kelam. Begitupun manusia. Maka yakinlah,saat kau menangis suatu saat pasti ada kebahagiaan seindah pelangi dibaliknya.”
Merasa kalimat itu ditujukan padanya,Sachi hanya mampu tersenyum,”Terima kasih untuk semuanya.”
“Sama-sama. Sekarang lebih baik kita pulang. Mulai sekarang cobalah mencari pelangi hidupmu itu,” pesannya sambil beranjak dan berjalan menjauhi Sachi. Namun iba-tiba langkahnya terhenti sejenak,”Oya! Kita pasti akan bertemu lagi,Sachi.” Ucap Arata lalu melambaikan tangan kanannya sekilas.
“Ya,tentu! Arata.”
***
Kini Sachi tengah berada di dalam kamar yang beraroma minyak telon dan bedak bayi. Kakinya tergerak mendekati sebuah benda dimana didalamnya terdapat sesuatu yang sangat berharga,keranjang bayi . Diulurkan tangannya untuk membelai pipi bayi mungil itu dengan lembut. Tanpa terasa setetes air jatuh dari matanya diiringi dengan senyuman,yang entah darimana kekuatannya sehingga ia dapat tersenyum sambil menangis seperti ini.
“Adek jangan nakal ya? Meski nggak ada Ibu,tapi adek harus kuat,jangan seperti kakak yang hanya bisa menangis kayak gini. Kakak sayang kamu,dek.” Ungkapanya.
Namun tiba-tiba gerakan jarinya yang mengelus pipi si bayi terhenti ketika dirasakannya sentuhan tangan yang memegang bahunya.
“Ayah,”
“Ibu pasti bangga padamu,nak. Kamu menjadi lebih dewasa. Ayah harap kamu bisa menjadi contoh yang baik untuk adikmu kelak.” Ucap sang Ayah.
“Terima kasih,Ayah.” Ucapnya seraya menghambur kedalam pelukan Sang Ayah.
‘Akhirnya aku telah menemukan pelangiku,Arata’
***
Sementara itu di tempat lain…
“Arata,kapan kau akan berangkat ke Surabaya?” Tanya seseorang di seberang
“Satu jam lagi aku berangkat ke Bandara,Paman,”jawabnya. “Apakah jasad Mama dan Papa sudah dipulangkan dari Rumah Sakit?”
“Sudah,dan pemakamannya akan dilaksanakan besok. Baiklah,hubungi Paman kembali jika kau telah tiba di Surabaya,”
“Baiklah paman,” jawabnya dan langsung meletakkan gagang teleponnya mengakhiri percakapan.
Kemudian ia menghempaskan diri di kasurnya yang empuk sambil memejamkan mata. Dadanya terasa sesak. Tiba-tiba ia teringat akan ucapannya tadi saat bersama Sachi.
‘Apakah aku sanggup menemukan pelangi setelah kepergian kalian,Mama,Papa’
Selesai
Selasa, 26 Oktober 2010